kerajaan Demak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau
Jawa. Sebelumnya kerajaan Demak merupakan keadipatian vazal dari kerajaan
Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga tahun
1550 (Soekmono: 1973). Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang
telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang secara resmi menetap di
Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara.(Muljana: 2005). Raden Patah
menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak..Atas bantuan daerah-daerah
lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik,
ia mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai
adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena
kondisi Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan
munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses Islamisasi hingga mencapai
bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan Demak juga dipercepat
dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta
perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja.( Poesponegoro:
1984).
Sebagai
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan besar
dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat
penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu
Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan
Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan
penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkembang
menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Namun
sayangnya, Kerajaan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran
karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Bisa dipastikan
bahwa pada tahun 1546, Kerajaan Demak berakhir. Pada tahun 1568, kekuasaan
Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Pajang merupakan lanjutan dari
Kerajaan Demak, dengan raja pertama sekaligus pendiri dari Kerajaan Pajang
adalah Jaka Tingkir
Materi
2.1 Sejarah Perkembangan Kerajaan DemaK
2.1.1 Letak
Geografis Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah,
tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati
daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.
Wilayah Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan Majapahit,
kemudian berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan Pasuruan di Timur.
Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari
laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat
ini telah menjadi kota
Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana
kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4
ibukota dipindahkan ke Prawata.
peta kerajaan Demak
2.1.2 Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan dari Kerajaan
Demak
A. Raden Patah
(1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan
pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005).
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya raja
terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang
Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu
Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu
Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya
Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina
dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan
Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po
Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra
Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari
selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen
menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai
adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang
kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada
Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel Denta,
kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu
perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka. Raden Kusen kemudian mengabdi pada
prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung,
sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan
Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah menjadi
ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin
lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir
kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen
menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya
mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai
bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota
bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475.
Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu
membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo
(alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan
meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana:
2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah,
lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511,
Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak
berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan
kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan
kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan
Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia
menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga
dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin
mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus
atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan
ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden
patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu,
ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang
terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya
oleh walisanga.
B. Adipati Unus
(1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan
putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah
berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena
keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono:
1973). Tome Pires dalam bukunya Suma
Oriental menceritakan asal-usul dan pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek
Pate Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya. Ia merantau ke Malaka dan kawin
dengan wanita Melayu. Dari perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus
kemudian kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di Jepara. ( Muljana: 2005 ).
Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan
Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat
menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena
ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul
Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra
Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah
Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan
Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima
Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun
1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk
benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang
persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik.
Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di
tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah
mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan
Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak
dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung
Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.
Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi
Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah
kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang
ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk
merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama
Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan
rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian
disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur)
di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan
Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut
Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif
Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang
menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C. Sultan Trenggono
(1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau
memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono
adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah
putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan
sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak
sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra
dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi
raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka
yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai
adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono
wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto.
Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu
dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan
prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin
Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam
pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi
belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah
bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati
Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada
jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan
memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai
pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang
meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan
Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal
Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana
meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan
kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
D. Sunan Prawata
(1546 – 1549)
Sunan
Prawata adalah nama lahirnya (Raden
Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549.
Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa
kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan
Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia
tewas dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain
adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat
pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan
Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta. Ia
berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun,
keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai
ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari
kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa Prawoto,
Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Oleh karena itu, Raden Mukmin
pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan
seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke
Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di
Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk
mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar.
Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah
terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya.
Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik,
berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
2.2.3 Gambaran Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya,
bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan
Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak
berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian
Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian
perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan
Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan
Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah
pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi
komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil
pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak
kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim.
Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas
perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup
dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak
lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya
seperti beras, garam dan kayu jati.
2.2.4 Gambaran Kehidupan Sosial-Budaya masyarakat pada masa
Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar
belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu tidak heran jika
Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat
dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam
pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah
pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan
budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa.
Sebagai pusat
penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa
perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi
raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan ?
para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui
pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.
Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara
orang-orang Islam).
masjid Demak
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik
yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid
Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang
disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di
serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar
perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih
berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang
tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.
Salah satu
peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak
di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni
salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang,
dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
2.2.5 Faktor – Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan di
Kerajaan Demak, antara Pangeran Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan
Trenggana). Pangeran Sekar Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan
Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi tahta
kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang
menuntut balas kematian ayahnya dangan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan
Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri ( suami Ratu Kalinyamat,
adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya
Penangsang untuk menjadi sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto
dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan tidak disenangi
oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu Sultan Trenggono. Arya
Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir yang selanjutnya memindahkan
pusat kerajaan ke Pajang.
Selain itu, Raden Patah kurang pandai menarik simpati orang
– orang pedalaman, bekas rakyat Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga terlalu
banyak menyandarkan kekuataannya kepada masyarakat Tionghoa Islam. Beliau
berkeinginan keras untuk membentuk negara Islam Maritim. Sehingga
mengakibatkan, perhatiannya lebih dicurahkan
untuk pembuatan kapal-kapal di kota-kota pelabuhan demi pembentukan
armada yang kuat. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak pada
tahun 1568. (Muljana: 2005)
2.2.1 Sejarah
Awal berdirinya Kerajaaan Pajang
Pada abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab
Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya
memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak
ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa sampai kesana. Sementara itu, di
Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang didirikan oleh tokoh-tokoh beragama
Islam. Namun, sampai awal abad ke-16 kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Baru pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke-18 para penulis
kronik di Kartasura menulis seluk beluk asal usul raja-raja Mataram dmana
Pajang dilhat sebagai pendahulunya. Pajang sendiri sebagai kelanjutan dari
Pengging pada tahun 1618 yang pernah dihancurkan ibukota dan sawah ladangnya
oleh pasukan-pasukan dari Mataram karena memberontak. Di bekas kompleks keraton
Raja Pajang yang dikubur di Butuh banyak ditemukan sisa-sisa keramik asal
negeri Cina.
Ceritera mengenai sejarah Pajang malah termuat dalam kitab
Babad Banten yang menyebutkan Ki Andayaningrat berputera 2 orang yaitu, Kebo
Kenanga dan Kebo Kanigara. Meskipun Majapahit ambruk pada tahun 1625, Pengging
dibawah Kebo Kenanga berdaulat terus hingga pertengahan abad ke-16. untuk
menundukkan pengging Raja Demak memanfaatkan jasa Ki Wanapala dan Sunan Kudus,
dengan cara pendahuluan berupa adu kekuatan ngelmu.
Dua tahun kemudian, Kebo Kenanga berhasil dibunuh sedangkan
anak laki-lakinya yaitu Jaka Tingkir kelak mengabdi ke Istana Demak untuk
akhirnya mendirikan Kerajaan Pajang dengan sebutan Adi Wijaya.
2.2.2 Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan Kerajaan
Pajang
A. Jaka Tingkir (
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging
atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar
pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini
adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh
sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati
karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman
ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit
dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai
Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang
gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga.
Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki
Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578
seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama Wargautama ditindak oleh
pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan
masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Adiwijaya. Kekuasaan Pajang
ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554 menjadi
rebutan antara Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebgai raja islam berhasil dalam
diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang
penting dikawasan Pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan
pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu
para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun,
Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur
adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya. Disebutkan pula bahwa Arosbaya
(Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama
Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
B. Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak,
yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya,
yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara
yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan
berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri
dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan
sebagai bupati Demak.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi
permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa
disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus
adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak
pantas menjadi raja. Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta
Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati
Jipang Panolan (bekas negeri Arya Penangsang).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu
dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh
yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan
Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus
Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583
bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk
menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar
wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan
membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan
Makassar untuk menyerbu Mataram. Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap
penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser
kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh
kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi
perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang
mengabdi pada Pangeran Benawa.
C. Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang
memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya. Pangeran Benawa adalah
putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia
dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan
Kesultanan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang
menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas
Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram. Selain itu,
Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak
menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan
Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia
pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang.
Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati
Tuban) dan Patih Mancanegara. Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta.
Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh
seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan
Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu
Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena
ulahnya sendiri. Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan
berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya
naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu
dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak
iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas
dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga
asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi
penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke
Jipang. Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram
dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak.
Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya.
Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Sejak itu,
Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan
Prabuwijaya.
2.2.3 Gambaran Aspek
Sosial Budaya Kerajaan Pajang
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk
menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras pada abad ke-16 sampai abad 17,
kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan
rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga
masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
2.2.4 Gambaran
Aspek Ekonomi Kerajaan Pajang
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih
ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan
Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam
mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga
menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang
ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya
bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala. Irigasi berjalan
lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga
pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor
beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak
itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras
di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara
demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.
2.2.5 Faktor
Penyebab Keruntuhan Kerajaan Pajang
Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan
meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran
Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung
Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha
balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu
membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada
tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang.
Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran
Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir
dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak.
Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran
Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya
sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi
bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri
mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja pertama bergelar
Panembahan Senopati.
2.3.1 Keterkaitan Hubungan Antara Kerajaan Demak dengan
Kerajaan Pajang
Kerajaan
Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan pada tahun
1500 M, oleh Raden Patah yang merupakan keturunan dari Raja Kertabhumi. Sebagai
Kerajaan Islam pertama di Jawa, Kerajaan Demak sangat berpengaruh dalam proses
Islamisasi pada masa itu, apalagi dengan bantuan para wali sanga yang juga ikut
berperan besar dalam masa kejayaan Kerajaan Demak. Kerajaan Demak mengalami
proses pergantian kepemimpinan selama 4 kali, yakni Raden Patah (1500 – 1518),
Adipati Unus (1518 – 1521), Sultan Trenggana (1521 – 1546), Raden Prawata (1546
– 1549). Namun sayangnya, kerajaan Demak tidak berumur panjang. Setelah hampir
50 tahun berdiri, kerajaan Demak mengalami keruntuhan yang diakibatkan oleh
beberapa faktor.
Salah satu
penyebab faktor runtuhnya Kerajaan Demak adalah adanya perebutan kekuasaan
antara Arya Penagsang dengan Adiwijaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Jaka Tingkir. Ia adalah seorang menantu Sultan Trenggono yang berkuasa di
Pajang ( daerah Boyolali). Di dalam pertempuran-pertempuran itu Jaka tingkir
akhirnya mampu mengalahkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat Kerajaan Demak
ke Pajang pada tahun 1568. ( Muljana: 2005).
Dari uraian di atas, kita bisa
menyimpulkan bahwa Kerajaan Pajang merupakan lanjutan dari Kerajaan Demak yang
didirikan ole Jaka tingkir yang masih keturunan dari Demak, yang tak lain
adalah menantu dari Sultan Trenggono. Walaupun dalam bukunya Muljana di
jelaskan bahwa Kerajaan Demak telah benar-benar runtuh pada tahun 1546, tapi
ketika Jaka Tingkir telah berhasil mengalahkan Arya Penangsang, ia lalu
memindahkan keraton Demak ke Pajang, dan mendirikan Kerajaan baru yang disebut
dengan Kerajaan Pajang.
posted by: ilham miqdar